Berita Dunia

Berita dunia terkini mengabarkan bahwa genosida terus berlangsung terhadap etnis Rohingya yang mayoritas Muslim di Myanmar. Sementara pemerintah Myanmar semakin menunjukkan bahwa mereka tidak tertarik untuk membangun demokrasi yang berfungsi penuh, kata seorang penyelidik PBB.

Marzuki Darusman, ketua misi pencarian fakta PBB di Myanmar, mengatakan sekitar 250.000 hingga 400.000 orang Rohingya yang tetap tinggal di negara mayoritas Buddha itu setelah penindasan brutal tahun 2017 lalu terus mengalami berbagai larangan dan penindasan paling parah. “Kekejaman terus terjadi hari ini,” kata Darusman kepada wartawan ketika dia bersiap untuk memberi penjelasan kepada Dewan Keamanan PBB mengenai situasi pada hari Rabu, 24 Oktober. “Ini adalah genosida yang sedang berlangsung,” lanjutnya mengabarkan mengenai berita dunia terkini di Myanmar .

Berita Dunia

Ada tekanan global yang meningkat pada pemerintah Myanmar untuk bertindak menyusul tindakan keras militer di negara bagian barat Rakhine yang menyebabkan sekitar 700.000 orang Rohingya menyeberangi perbatasan ke Bangladesh, di tengah tuduhan pemerkosaan massal, pembunuhan dan penyiksaan. Pemerintah Myanmar menolak laporan PBB setebal 440 halaman mengenai tindakan keras itu, dan menganggapnya cacat, bias dan bermotif politik. Laporan tersebut menyimpulkan bahwa para pemimpin militer harus dituntut atas kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan genosida untuk peran mereka dalam penumpasan.

Penjelasan Darusman kepada Dewan Keamanan PBB mengundang keberatan dari enam dari 15 anggotanya termasuk Rusia dan Cina, yang merupakan tetangga dan sekutu Myanmar. Laporan Darusman menyatakan tindakan keras itu menunjukkan “bencana hak asasi manusia” yang akan mempengaruhi Rohingya untuk “generasi yang akan datang, jika tidak selamanya”. Dia juga mendesak dewan untuk meminta pertanggungjawaban Myanmar. “Kedaulatan nasional bukanlah izin untuk melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan atau genosida,” kata Darusman. “Orang Rohingya dan semua orang Myanmar, kenyataannya seluruh dunia, sedang melihat Anda untuk mengambil tindakan.”

Myanmar telah membantah melakukan kekejaman terhadap Rohingya, mengatakan militernya melakukan tindakan yang tepat terhadap pemberontak yang telah menyerang pos keamanan di wilayah tersebut. Duta Besar PBB di Myanmar mengatakan negara itu tidak akan pernah mau dirujuk ke Pengadilan Pidana Internasional. Editor Diplomatik Al Jazeera James Bays, seperti yang dikutip matamatapolitik.com , mengatakan rujukan itu tidak mungkin, dengan China dan Rusia dapat menggunakan hak veto mereka untuk melindungi Myanmar dari tindakan apa pun. “Veto DK PBB dapat dan hampir pasti akan digunakan,” kata Bays. “Tapi penyelidikan atas kejahatan pengusiran paksa tentu memungkinkan.”

Duta besar Inggris untuk PBB, Karen Pierce, mengatakan dia akan mendorong “akuntabilitas yang benar-benar mengakhiri impunitas militer Burma”. Sementara Yanghee Lee, penyelidik khusus PBB untuk hak asasi manusia di Myanmar, mengatakan kepada wartawan bahwa pemerintah Myanmar maupun aktivis HAM Aung San Suu Kyi sama-sama tidak menunjukkan niat untuk membangun demokrasi secara itu dan berkeadilan.

Menurutnya, dikutip oleh matamatapolitik.com kondisi saat ini tidak tepat bagi setiap Rohingya untuk kembali ke Myanmar. “Repatriasi tidak memungkinkan sekarang,” dia menekankan. “Saya tidak akan mendukung pemulangan pengungsi. Saat berita dunia terkini ini ditulis, situasi apartheid dimana etnis Rohingya yang masih tinggal di Myanmar tidak memiliki kebebasan bergerak. Kamp-kamp, tempat penampungan, desa-desa model yang sedang dibangun, itu lebih merupakan penyemenan segregasi total atau pemisahan dari komunitas etnis Rakhine.”

By ayead